Jumat, 03 Januari 2014

Memaknai Kesuksesan


Bismillahirahmanirrahiim..

Salawatku dari lubuk hati terdalam teruntuk Nabiullah tercinta, semoga safaatmu menyertaiku selalu.

Tahunan kerja, tahunan ngabdi kepada makhluk, banting tulang dengan tugas-tugas keduniaan. Harta benda masih biasa-biasa saja, tempat duduk dari dulu juga tidak beda, cuma lebih besar sedikit. Meja lebih besar sedikit. Pendapatan juga naik sedikit. Komputer malah lebih kecil, bisa dibawa kemana-mana sich. Masih santai juga bareng para angkoters lain dan supir plus keneknya dalam satu kendaraan ke arah tempat kerja dan balik ke rumah. Mau makan di resto juga masih mikir panjang, bukan apa2, mahalnya itu yang kadang bikin gak bisa nabung. Sayang kan, gak bisa nabung cuma gara2 nafsu.

Jadi kalo ada yang bilang “enak ya kamu udah sukses, udah hidup enak”, melihatnya darimana? Kalo ditanya “tau darimana udah sukses?” “ya keliatan lach, hidupnya keliatan selalu seneng, udah bisa bantu ini itu, gak keliatan punya masalah gitu”.

Hmm... masa sich…. mikir mode: on.

Artinya kalau orang hidupnya udah kelihatan seneng dan terlihat gak punya masalah itu akan dinilai sebagai sukses. Padahal setiap orang pasti akan punya masalah. Besar kecil tetep judulnya masalah. Gak harus kelihatan punya uang banyak atau mobil minimal 3 motor 5. Kalau punya segala tetep terdengar cerita penderitaan, gak jadi kelihatan suksesnya. Yang ada “kasihan ya dia”. Lantas bagaimana caranya supaya masalah-masalah itu tidak keliatan dan orang lain menilai kita sebagai orang sukses?

Sukses itu tidak bisa hanya dilihat dari lahirnya saja. Sukses juga harus dirasakan oleh batin. Karena banyaknya harta tidak menjamin kesenangan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Rumah megah dan harta berlimpah tapi setiap bulan dikerjar hutang, bukan sukses namanya. Sukses itu kesenangan dan kebahagiaan lahir dan batin, tidak ada pengganggu. Dan itu tidak bisa ditawar. 

Jaman sekarang hampir setiap orang ingin jadi pembaca berita, tiap harinya cerita baru dan lama bertebaran. Masalah-masalah yang seharusnya ditutupi malah dijadikan bahan cerita bahkan olok-olok. Bagaimana coba masalah bisa tidak kelihatan. Banyak dari kita malah bangga dengan bercerita masalah-masalah yang sebetulnya aib, bahkan aib sendiri. Seakan tidak sadar kalau sudah memperolok diri-sendiri. Na’uzubillah. Semoga Allah jadikan kita termasuk golongan yang Allah tutupi aibnya. Amin.

Persoalan menutup aib atau menjaga supaya tidak terlihat punya masalah, sebetulnya adalah persoalan sifat dan sikap kita sendiri. Bagaimana kita menyikapi masalah yang kita hadapi. Sama halnya dengan kesuksesan yang sedang kita coba bahas, tergantung dari sifat dan sikap kita yang kita miliki.

Sebagai seorang muslim, Rasulullah SAW adalah uswatun hasanah. Contoh dan teladan terbaik kesuksekan. Bagi siapa saja yang mengenal sejarah beliau, akan mengakui kesuksesan beliau yang berhasil membawa kota mekah yang jahil menjadi kota penuh ilmu. Berhasil membawa manusia dari kegelapan pada kehidupan yang terang. Kesuksesan beliau dunia dan akhirat. Dan itu dijamin oleh Allah SWT. Sekarang bagaimana caranya kita mencontoh sifat-sifat beliau, bagaimana caranya mencontoh  untuk bisa sukses dunia maupun akhirat, sukses lahir dan batin seperti beliau?. Kegelisahan untuk sukses ini seharusnya kita tanamkan dalam hati, sebagaimana sahabat Nabi dulu berlomba-lomba untuk bisa sukses sebagaimana suksesnya Nabi. Walaupun takkan mampu menyamai kesuksesan tersebut, tapi minimal kalau kita coba untuk terus mencontoh lama-lama insyaAllah kita dapatkan sukses itu.

Rasulullah yakin akan la illaaha illallah lahir dan batin, begitu juga para sahabatnya. Kita sudah yakin belum? Kalau kita yakin bahwa kerja sumber kesuksesan, punya banyak uang berarti sukses, berarti belum ada la illaaha illallah dalam hati kita. Kalau kita masih yakin bahwa jika sakit solusinya ke dokter, masih gagal iman kita. Atau kalau hujan turun karena cuaca, gagal pula iman kita.

Rizki datangnya dari Allah, sehat dan sakit, kaya dan miskin kehendak Allah. Sampai hal terkecil yang tidak terlihat mata bisa bergerak juga qadarallah. Itu semua ujian iman. Tergantung kita mau menyikapi hal-hal yang terjadi di depan mata kita bahkan yang kita alami sendiri seperti apa. Kembali kepada Allah atau makhluk? Sakit yang diingat langsung dokter, punya masalah datang ke orang pintar, makhluk dan makhluk saja yang masih ada di fikiran kita. Padahal Allah sudah jamin kalau kita datang mohon ampunan kepada Allah, maka Allah ampuni, datang meminta kepada Allah maka Allah akan beri. Ingatlah Allah maka hati akan menjadi tenang. Baru mengingat saja sudah Allah janjikan ketenangan, apalagi kalau kita betul-betul dekat sama Allah.

Uraian diatas adalah upaya mendapatkan kesuksesan batin. Apabila kesuksesan batin sudah didapatkan, maka kesuksesan lahir akan Allah penuhi.

Dan carilah pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Rasulullah dan para sahabat menghadapi masalah dengan langsung ambil wudhu dan shalat 2 rakaat. Maka pertolongan Allahpun menyertai mereka.

InsyaAllah, apabila kehidupan kita sudah mampu mengikuti/mencontoh seperti kehidupan Nabi, maka kita akan mendapat kesuksesan itu, lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Akar Kata [Mujarad] Dalam Bahasa Arab

Umumnya atau mayoritas akar kata dalam bahasa Arab terdiri dari 3 huruf  biasanya berharakat fathah.  Akar kata bahasa Arab ini biasanya  ad...