Senin, 11 September 2023

Akar Kata [Mujarad] Dalam Bahasa Arab


Umumnya atau mayoritas akar kata dalam bahasa Arab terdiri dari 3 huruf biasanya berharakat fathah. Akar kata bahasa Arab ini biasanya  adalah kata fi'il madhi (فِعْل مَاضِي) yaitu kata kerja telah lampau yang dilakukan oleh orang laki2 pihak ke-3: "dia laki-laki telah". Serta mengikuti acuan atau timbangan atau rumus tertentu yang dalam bahasa Arab yang disebut wazan. Pola atau kombinasi atau patern atau form seluruh bahasa Arab ada 35 (mayoritas dari 3-huruf, tapi ada juga yg 4-huruf atau 5-huruf). Masing-masing pola atau kombinasi ini ada beberapa wazan.


Perubahan akar kata kerja menjadi kata kerja lain baik kata kerja sekarang, perintah maupun kata benda (isim) dan lain-lain disebut tasrif. Tasrif berdasarkan jumlah atau jenis pelakunya (dhamir) disebut tasrif lughawi. Sedangkan tasrif berdasar jenis kata (kerja, isim, perintah, dll) disebuy tasrif ishtilahi.

Fi'il madhy berubah menjadi fi'il mudhari' disebut tasrif ishtilahi. Sedangkan Fi'il dengan dhamir huwa ke dhamir nahnu disebut tasrif lughawi.

Untuk Fi'il dari kelompok 3-huruf yang tidak ada huruf sisipan sama sekali (disebuat fi'il mujarrad) ada 6 pola atau form (istilah santri bab), sedangkan dari kelompok 3-huruf  yang ada sisipan 2-3 huruf (disebut fi'il mazid) ada 12 bab. Dan masing2 bab banyak wazan (rumus) perubahannya.

Bab ke-1 (mulai dari mujarrad) yaitu 'abada (عَبَدَ) (fi'il madhi) yang artinya (dia laki2 telah) menyembah, berubah menjadi fi'il mudhari' ya'budu (يَعْبُدُ) yang berarti (dia laki2 sedang, akan dan senantiasa) menyembah. 

Kata 'abada mempunyai rumus (wazan) seperti itu, yaitu عَبَدَ (fathah semua) sedangkan kata ya'budu mempunyai wazan "dhamir rafa' + huruf pertama suku (mati) + huruf ke-2&3 dhammah" yaitu يَعْبُدُ. Perubahan tasrif dari 'abada  ke ya'budu disebut tasrif ishtilahi. 

Kalau dhamir rafa' (subjek) diganti menjadi kami maka kata fi'il mudharif ya'budu menjadi na'budu (نَعْبُدُ) yang berarti "kami (sedang, akan dan senantiasa) menyembah. Perubahan dari ya'budu ke na'budu disebut tasrif lughawi. Sementara wazan ya'budu dengan na'budu sama yaitu "dhamir rafa' + huruf pertama suku (mati) + huruf ke-2&3 dhammah".

Semua kata bahasa Arab yang mengikuti pola atau bab ke-1 ini, wazannya (rumusnya) sama semua. 

Contoh: كَتَبَ = (dia laki2 telah) menulis sebagai fi'il madhi dan fi'il mudhari'nya يَكْتُبُ = dia (laki2 sedang, akan dan senantiasa) menulis. Maka menjadi نَكْتُبُ jika subjeknya berubah menjadi kami.


Kalaam (كلام) atau kalimat dalam bahasa Arab

Isim (إسم), Fi'il (فعل) dan Huruf (حرف)


Kalaam (كلام) disebut kalimat dalam bahasa Indonesia, al kalaam (الكلام) adalah kalimat yang bermakna yang terdiri dari paling sedikit dua kata.


Kalimah/t (كلمة) adalah atau disebut kata dalam bahasa Indonesia.

Jadi al kalaam terdiri dari mininal dua kalimat atau kalimatain (كلمةين).

Biasanya (sebagian besar) akar kata bahasa Arab terdiri dari 3 huruf dan biasanya berharakat fathah. Akar kata bahasa Arab ini biasanya  adalah kata fi'il madhi (فِعْل مَاضِي) yaitu kata kerja telah lampau yang dilakukan oleh orang laki2 pihak ke-3: "dia laki2 telah".


Kalimat terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu Isim (إسم), Fi'il (فعل) dan Huruf (حرف).

1. Isim (إسم) adalah kata benda dan sifat. Definisi Ali RA bahwa isim adalah nama apapun. Kalau definisi pesantren (ilmu nahwu) bahwa isim adalah kalimah/t yang menunjukan makna mandiri dan tidak disertai dengan pengertian zaman (waktu).

2. Fi'il (فعل) adalah kata kerja atau perintah. Ali RA mendefinisikan fi'il sebagai kata yang memberikan informasi/aktifitas. Sedangkan berdasarkan ilmu nahwu sharaf bahwa fi'il adalah kalimat yang menunjukkan makna mandiri dan disertai dengan pengertian zaman (waktu).

3. Huruf (حرف) adalah kata yang dipakai untuk melengkapi arti dari jenis kalimah/t lainnya (isim dan fi'il). Menurut Ali RA, huruf adalah kata imbuhan (particles) untuk melengkapi makna. Berdasarkan ilmu nahwu bahwa بِ ini adalah huruf jar yaitu huruf yang mengkasrahkan (–ِ–) harakat/baris dari kalimat berikutnya.

Kemudian ada juga huruf lemah atau huruf 'illat (علّت) atau penyakit, yaitu yang terdiri dari ا، ي ، و. Disebut huruf lemah atau penyakit (علّت) karena jika terdapat didalam akar kata, maka huruf ini dapat berubah diantara mereka karena perubahan kalimat. 

Dalam ilmu nahwu sharaf, perubahan harakat di akhir sebuah kata disebit i'raab (‎‎إِعْرَاب). I'raab yang terjadi pada isim disebut i'raab isim. I'raab (perubahan harakat) yang mengkasrah kata disebut i'raab jarr (جرّ). Isim yang akhirannya berkasrah disebut isim majrur.

Perubahan huruf 'illat (ايو) - "aywa"

1. Posisi di awal kata:
- huruf yaa' (ي) dan waw (و) berharakat akan berubah menjadi waw ( و) dan/atau yaa' (ي) tidak berharakat.

2. Posisi di tengah kata:
- huruf alif (ا) tidak berharakat berubah menjadi yaa' (ي) atau waw (و) tidak berharakat.
- huruf yaa' mati (يْ) atau waw (و) tidak berharakat berubah menjadi alif (ا) tidak berharakat.

3. Posisi di akhir kata:
- huruf alif (ا) tidak berharakat berubah menjadi waw (و) tidak berharakat.
- huruf yaa' mati (يْ) berubah menjadi alif maqshuurah (ى), alif maqshuurah tidak berharakat sama sekali.
-  huruf waw (و)  tidak berharakat berubah menjadi alif (ا) tidak berharakat.


Kalimat Idhafah

Kalimat Idhafah adalah kalimat majemuk dari dua atau lebih kata benda. Kata benda yang pertama disebut Mudhaf dan kata benda kedua dan seterusnya disebut Mudhaf Ilaihi. Tujuan dari kata majemuk/idhafah ini agar kata2 benda yang berdiri sendiri-sendiri ini menjadi jelas artinya (ma'rifat), sebagai contoh:

1a. bismi = dengan nama (tidak jelas - nakirah)

1b. Allah = Allah (jelas - ma'rifat)

Maka gabungannya

1a + 1b. Bismillahi = dengan Nama Allah (jelas - ma'rifat)

Contoh lain:

3a. Rabb = Tuhan, Pemilik (belum jelas yang mananya karena orang Arab menyebut Rabb juga kepada pemilik Kambing - ingat cerita dialog Abrahah dengan Abdul Muthalib, jadi kata Rabbi adalah isim nakirah).

3b. Al-'Aalamiina = Alam Semesta (jelas - ma'rifat).

Gabungan katanya menjadi 

Rabbil'aalamiina = Pemelihara (Semua) Alam Semesta (jelas - ma'rifah).

https://alfaazha.blogspot.com/2016/01/q001001002-surat-al-fatihah-ayat.html

Sabtu, 09 September 2023

Pembahasan Ayat Al Qur'an Per Kata, Al Faatihah [2]

 Pembahasan Surat ke-1: 

Surat Al Faatihah, Ayat ke-1, Kalimah ke-2

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ


Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm, al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn, ar-raḥmānir-raḥīm, māliki yaumid-dīn, iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn, ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm, ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn.


Artinya:   

1. Dengan menyebut nama Allah :    بِسْمِ ٱللَّهِ         

    Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :    ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

2. Segala puji bagi Allah :    ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ 

    Tuhan semesta alam :    رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang :   ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

4. Yang menguasai di Hari Pembalasan :   مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

5. Hanya Engkaulah yang kami sembah :   إِيَّاكَ نَعْبُدُ 

    dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan :   وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus :   ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

7. (yaitu) Jalan orang-orang yang :   صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ

    telah Engkau beri nikmat kepada mereka :   أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

    bukan (jalan) mereka yang dimurkai :   غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

    dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat :   وَلَا ٱلضَّآلِّينَ


Pembahasan Kata


 الله

Di dalam Al Qur'an, berdasarkan akar katanya (أله) 

- terdapat 2699 kali yang berasal dari kata الله, 
- terdapat 147 kali yang berasal dari kata إِلٰه dan 
- terdapat 5 kali yang berasal dari kata ٱللَّهُمَّ


Ahli nahwu sharaf abad ke-3 Hijriah, Imam Abul Baqa' Al-Ukbari (Iraq, 757-760M) menerangkan bahwa asal kata الله adalah الإلاه (al-ilah) atau kalau diuraikan menjadi
‎ ( ا ل إ ل ا ه ) 
Kemudian huruf hamzah dibuang, 
‎( ا ل ل ا ه )
lam pertama disukunkan 
‎( ا لْ ل ا ه )
dan digabung dengan lam kedua
‎( ا لّ ا ه )
....

Kalau dirangkai kembali akan menjadi الّاه dimana alif (ا) kedua dapat ditulis menjadi alif khanjariiya ( –ٰ– ) sehingga menjadi الله

Tapi para ulama banyak yang tidak mau 'mengutak ngatik' asal kata Allah ini karena tidak 'etis'. Para Ulama menyarankan untuk mengucapkan لَفْظُ الْجَلالَة (lafadz Al-Jalaalah) sebagai pengganti "kata Allah".

Lafadz Al-Jalaalah اللهِ didalam ayat ini menjadi kasrah ( ـهِ ) dikarenakan huruf jar ( بِ ) mengkasrahkan اسْمِ sementara lafadz al-Jalaalah اللهِ adalah objek dari اسْمِ sehingga juga ikut dikasrahkan oleh huruf jar ( بِ ). 

Lafazh Al-Jalaalah اللهِ menjadi kasrah diakhiran ( ـهِ ) karena mudhaf ilaih (ditambahkan setelahnya). Rangkaian dua buah Isim atau lebih, satu kata di depannya dalam keadaan Nakirah (tapi tanpa tanwin) dinamakan Mudhaf sedang kata yang paling belakang adalah Ma'rifah dinamakan Mudhaf ilaih.  



Semoga bermamfaat, wallahu a'lamu bishshawab.



https://alfaazha.blogspot.com/2016/01/q001002001-surat-al-fatihah-ayat.html

Pembahasan Ayat Alqur'an Per Kata [1]

Pembahasan Surat ke-1: 

Surat Al Faatihah, Ayat ke-1, Kalimah ke-1


بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ


Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm, al-ḥamdu lillāhi rabbil-‘ālamīn, ar-raḥmānir-raḥīm, māliki yaumid-dīn, iyyāka na’budu wa iyyāka nasta’īn, ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm, ṣirāṭallażīna an’amta ‘alaihim gairil-magḍụbi ‘alaihim wa laḍ-ḍāllīn.


Artinya:   

1. Dengan menyebut nama Allah :    بِسْمِ ٱللَّهِ         

    Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang :    ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

2. Segala puji bagi Allah :    ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ 

    Tuhan semesta alam :    رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang :   ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

4. Yang menguasai di Hari Pembalasan :   مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ

5. Hanya Engkaulah yang kami sembah :   إِيَّاكَ نَعْبُدُ 

    dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan :   وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus :   ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

7. (yaitu) Jalan orang-orang yang :   صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ

    telah Engkau beri nikmat kepada mereka :   أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

    bukan (jalan) mereka yang dimurkai :   غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

    dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat :   وَلَا ٱلضَّآلِّينَ


Pembahasan Kata


بِسْمِ

(bismi)

Artinya: dengan nama
Jenis kalimah: isim (إسم) adalah kata benda dan sifat. Definisi Ali RA bahwa isim adalah nama apapun. Kalau definisi pesantren (ilmu nahwu) bahwa isim adalah kalimah/t yang menunjukan makna mandiri dan tidak disertai dengan pengertian zaman (waktu).

Ada juga yang berpendapat bahwa kalimat بِسْمِ ini berjenis jar wa majrur (isim yang dikasrahkan oleh huruf jar).

Awalan1: بِ
Artinya: dengan
Jenis kalimah: huruf (حرف) adalah kata yang dipakai untuk melengkapi arti dari jenis kalimah/t lainnya (isim dan fi'il). Menurut Ali RA, huruf adalah kata imbuhan (particles) untuk melengkapi makna. Berdasarkan ilmu nahwu bahwa بِ ini adalah huruf jar yaitu huruf yang mengkasrahkan (–ِ–) harakat/baris dari kalimat berikutnya.

Jadi kata بِيْمِ terdiri dari dua (jenis) kalimat, yaitu بِ dan سْمِ. 

Kita sudah bahas kata pertama yaitu بِ sedangkan pembahasan kata ke-2 سْمِ  sbb:

Asal kalimah/t: ٱسْم
Artinya: nama
Jenis kalimah: isim

Akar kalimah/t atau jidzir dari kalimat ٱسْم sbb:

Akar kata: سمو atau  س م و  (siin miim waaw). Akar kata bahasa Arab sebagian besar (mungkin lebih dari 90%) terdiri dari tiga aksara atau huruf pembentuk kata. Biasanya akar kata ini dituliskan dalam bentuk lampau yang dilakukan orang ketiga laki-laki. Tetapi di kamus hanya di tuliskan tanpa "dia laki2 telah". Mayoritas 3-huruf pembentuk kata ini berharakat fathah, jadi akar kata سمو ini dapat ditulis menjadi سَمَوَ. 
Artinya: (dia laki2 telah) meninggikan. Berdasarkan kamus Arab - Indonesia karangan Prof DR H Mahmud Yunus, hal 180 katanya سَمَا artinya tinggi, tertinggi. Berdasarkan kamus Al Mawrid hak 243 arti سَمَا adalah to rise (high), tower up, dll.

Seperti telah kita sebut beberapa hari yang lewat bahwa aksara ا ي dan و adalah huruf (pembentuk kata) yg lemah, dia bisa berubah. Dalam kata سمو aksara و berubah menjadi ا (alif) tanpa harakat (hanya jika posisi و ada di tengah atau di akhir, kalau posisi و ada di awal maka dia berubah menjadi ى / alif maqshuurah atau tetap و tanpa harakat)

Jenis akar kata: fi'il (فعل) adalah kata kerja atau perintah. Ali RA mendefinisikan fi'il sebagai kata yang memberikan informasi/aktifitas. Sedangkan berdasarkan ilmu nahwu sharaf bahwa fi'il adalah kalimat yang menunjukkan makna mandiri dan disertai dengan pengertian zaman (waktu).

Semoga bermamfaat, wallahu a'lamu bishshawab.


Wassalam,
Aba Abdirrahim 

Referensi : https://tafsirweb.com/37082-surat-al-fatihah-lengkap.html

Kamis, 31 Agustus 2023

Etiquette of Eating in Islam


In Islam, there are etiquettes of eating which could be categorized as follows:


1 – Washing the hands before eating.

2 – Mentioning the name of Allah before eating saying “Bismillaah (i.e., in the name of Allah)” when starting to eat. It was narrated from Umm Kalthoom from `Aa’ishah (may Allah be pleased with her) that the Messenger of Allah (peace and blessings be upon him) said: “When any one of you eats, let him mention the name of Allah. If he forgets to mention the name of Allah at the beginning, then let him say ‘Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu (i.e., In the name of Allah at the beginning and at the end).’”

And praying or du`a' before eating *"Allahumma baariklanaa fiimaa rozaqtanaa wa qinaa adzaabannar, Allahummaj'alhu rizqon thoyyiban, laa tabi'ata fiihi wa laa hisaaba"*

3 – Eating with the right hand. It is obligatory for the Muslim to eat with his right hand; he should not eat with his left hand. It was narrated from Ibn `Umar (may Allah be pleased with him) that the Prophet (peace and blessings be upon him) said: “No one among you should eat with his left hand, or drink with it, for the Shaytaan eats with his left hand and drinks with it.”

This applies so long as there is no excuse. However, if a person is not able to eat and drink with his right hand due to some excuses such as; sickness, injury etc., then there is nothing wrong with him if he eats with his left hand.

4 – Eating from what is directly in front of one. It is Sunnah for a person to eat from the food that is directly in front of him, and not reach out to take food that is directly in front of others, or from the middle of the platter. The Prophet (peace and blessings be upon him) said to ‘Umar ibn Abi Salamah, “O young boy, say Bismillaah, eat with your right hand, and eat from what is directly in front of you.”

5 – It is Sunnah before eating to prioritize eating fruit first.

6 – Sunnah to taste salt before eating. Based on hadith; "It was narrated from the Prophet Muhammad shallallahu'alaihi wassalam: (he said to Sayyidina Ali ra.) "O Ali, start your meal by (tasting) salt, because in fact salt is a cure for seventy diseases, including madness, leprosy, stripes, stomachache, and toothache"

7 – Sunnah to recite the words of praise to Allah and du`a’ after one has finished eating. When he had finished eating, the Prophet (peace and blessings of Allah be upon him) used to say, “Al-hamdu Lillaahi ath'amanii haadha to'aam warozaqoniihi min ghoiri haulimminni walaa quwwah.”

8 – The etiquette of eating also includes: eating with a group; not speaking about things that are haram while eating; eating with one’s wives and children; not keeping a particular food to oneself unless there is a reason for that, such as it being for medicinal purposes – rather one should offer the best food to others first, such as pieces of meat and soft or good bread. 

9 – Not condemning the food. Abu Hurayrah (may Allah be pleased with him) narrated that the Prophet (peace and blessings be upon him) never condemned or criticized any food. If he liked it he would eat it and if he did not like it he would leave it.

10 – Avoiding eating and drinking from vessels of gold and silver, because that is prohibited. The Prophet (peace and blessings be upon him) said: “Do not wear silk or brocade, and do not drink from vessels of gold and silver, or eat from plates thereof. They are for them (i.e., unbelievers) in this world and for us in the Hereafter.”

11 – Praising Allah after finishing eating. There is a great deal of virtue in this. It was narrated from Anas ibn Malik that the Messenger of Allah (peace and blessings of Allah be upon him) said: “Allah is pleased with His slave when he eats something and praises Him for it, or drinks something and praises Him for it.”

Several ways of praising Allah have been narrated from the Prophet one of them is what Al-Bukhaari narrated that Abu Umaamah said: When the Prophet (peace and blessings of Allah be upon him) finished eating, he would say, “Al-hamdu Lillaah hamdan katheeran Tayyiban mubaarakan fihi ghayra makfiyyin wa laa muwadda’in wa laa mustaghnan ‘anhu rabbana (Praise be to Allah, much good and blessed praise. O our Lord, You are not in need of anyone, and we cannot do without Your favour nor dispense with it).”


Sabtu, 20 Agustus 2022

 

Pentingnya Belajar Menjaga Shalat di Awal Waktu

 

Segala puji bagi Allah dan bersyukur hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan semoga shalawat serta salam selalu terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, para sahabatnya Radhiallahu ‘anhum serta para pengikutnya yang selalu memperjuangkan agama yang haq ini.

Betapa pentingnya shalat, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam di akhir hayatnya pun yang terucap di bibir beliau yang mulia adalah shalat…shalat… Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pun akan sedih dan marah jika ada sahabat beliau yang tidak datang ke masjid untuk shalat berjama’ah.

Shalat adalah tiang agama dan bagian terpenting setelah iman serta amalan yang pertama kali akan ditanyakan pada hari hisab. Dalam hadist-hadistnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Shalat adalah sebaik-baik amal yang ditetapkan oleh Allah Subhanallahu wata’ala untuk hamba-Nya”. Sayyidina Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu berkata “Aku pernah bertanya kepada Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, “amal apakah yang paling dicintai oleh Allah Subhanallahu wata’ala?” Beliau menjawab, “Shalat”. Aku bertanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Selanjutnya aku bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berjuang di jalan Allah.” Shalat ada dalam urutan pertama dalam hal yang dicintai oleh Allah.



 

 

Artinya : “Shalat adalah tiang agama. Barangsiapa mendirikannya maka ia mendirikan shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia merusak agama”.

Hadist di atas menunjukkan bahwa apabila kita mendirikan dan menegakkan shalat, maka sama dengan kita mendirikan dan menegakkan agama Allah. Jika kita tidak mendirikan dan meninggalkannya maka kita tergolong orang yang menghancurkan agama. Bukan hanya kepada kita saja akibat buruk yang akan dirasakan asbab dari meninggalkan shalat, tapi juga berakibat buruk bagi agama.

Banyak kemanfaat dari kita menegakkan shalat dan menjalankannya di awal waktu. Dengan kita menjalankan shalat fardhu di awal waktu maka Allah berikan ganjaran kerkahan rizki, terhindar dari siksa kubur, menerima catatan amal dengan tangan kanan, meniti shirot secepat kilat dan berjalan-jalan di pasar surga. Shalat juga menjaga kita agar terhindar dari perbuatan yang mungkar. Apabila baik shalat kita maka baik seluruh amalan kita, dan apabila rusak shalat kita maka rusak seluruh amalan kita.

 

Barangsiapa terjaga shalat di masjid selama empat puluh hari tanpa tertinggal takbiratul ula bersama imam maka akan terhindar dari dua hal, yaitu terhindar dari api neraka dan dari sifat nifak.

 

Masih banyak lagi hadist-hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang berkenaan dengan fadhilah dan keutamaan menjaga shalat di awal waktu. Kunci surga adalah shalat dan kunci shalat adalah bersuci. Shalat lima waktu dari Jum’at satu ke Jum’at yang lain dan dari Ramadhan satu ke Ramadhan yang lain akan menghapuskan dosa diantara waktu-waktu tersbut selama ia meninggalkan dosa besar.

 

Cikarang

200822, 00.11

Akar Kata [Mujarad] Dalam Bahasa Arab

Umumnya atau mayoritas akar kata dalam bahasa Arab terdiri dari 3 huruf  biasanya berharakat fathah.  Akar kata bahasa Arab ini biasanya  ad...