Sabtu, 25 April 2020


Kurikulum Pendidikan Anak 1 – 7 tahun (1)


pendidikan-anak-1-3-tahun.png
Resume “Kurikulum Pendidikan Anak Usia 1-7 tahun” (Bagian 1)
Kajian Bulanan HSMN Depok
Narasumber: Ust. Herfi Ghulam Faizi
Tanggal: 16 April 2016
Bismillaahi rahmaani rahiim..
Pendidikan.. merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan.
Kita dapati urgensi pendidikan di dalam Quran melalui surat Ali Imron. Surat ini menuturkan bagaimana Imron bersama istrinya, Hana, mendidik putrinya, Maryam. Kemudian, dituturkan pula bagaimana Maryam mendidik anak laki-lakinya yaitu Isa as menjadi seorang Rosul Allah.
Pun, jika kita membaca dalam Quran surat Jumuah ayat 2, Allah berfirman, “ialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. Dalam ayat ini, disebutkan bahwa Rosul mengemban tugas untuk mendidik ummatnya.
Beginilah Quran berbicara tentang urgensi pendidikan…
Bahkan, begitu pentingnya pendidikan, Allah menamakan Dzatnya dengan sebutan “Robb”, dimana kata Robb tersebut salah satunya berasal dari kata “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Di dalam surat Al Alaq ayat 4, Allah berfirman: “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,”.
Maka, dengan jelas kita dapati luhurnya pendidikan di dalam Islam.
 ***
TAHAPAN PENDIDIKAN ANAK
Dalam pembahasan mengenai tahapan pendidikan anak, kita dapati di dalam Al Quran serta Hadits yang menyebutkan mengenai usia manusia.
Surat Al Ahqaf ayat 15: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Ayat ini menunjukkan bahwa empat puluh tahun ialah usia kematangan, ketika seseorang berdoa agar berbakti kepada orangtua (kematangan adab terhadap orangtua) dan mampu beramal sholih (kematangan amal sholih).
Hadits Rosulullaah shollallaahu ‘alayhi wassalaam: “Perintahkan lah anak-anak kalian untuk sholat saat berumur tujuh tahun, dan pukul lah mereka jika tidak sholat saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR Abu Dawud).
Hadits ini menunjukkan bahwa usia tujuh dan sepuluh tahun ialah “pos” atau titik-titik penting yang mempengaruhi kematangan anak di usia selanjutnya. Hadits ini sekaligus menunjukkan rentang atau lama waktu pendidikan anak dalam menegakkan sholat yaitu, tiga tahun (tujuh hingga sepuluh).
Dengan menggunakan landasan hadits tersebut di atas, tahapan pendidikan anak akan dibagi menjadi per tiga tahun, yaitu:
  1. usia 1 – 3 tahun
  2. usia 4 – 6 tahun
  3. usia 7 – 9 tahun
  4. usia 10 – 12 tahun
Dalam psikologi modern, masa usia dini disebut dengan istilah “golden age”. Namun Rosulullaah sholallaahu ‘ala yhi wassalaam serta para ulama menyebutkan, bahwa usia awal atau enam tahun pertama ialah “usia fithroh” yang penting untuk membangun pondasi akhlak anak yang ingin dicapai di usia kematangannya. Keberhasilan pendidikan pada usia 1 – 6 tahun menentukan keberhasilan pada usia 7 – 10 tahun, dan keberhasilan pendidikan usia 7 – 10 tahun mempengaruhi nilai-nilai yang akan dianut anak ketika mencapai usia di atas 10 tahun, dst.
Perhatikan, bahwa mendidik anak ialah membangun, seperti halnya membangun dinding yang kokoh, bagaimana kita membangun pondasi di awal kemudian setahap demi setahap dinding bertambah kokoh dan tinggi. Mendidik bukan seperti “puzzle”, dimana kita menempel kan satu potongan ke potongan lainnya. Ketika kita mendapatkan suatu ilmu, kita “tempelkan” ke anak. Ketika mendapatkan ilmu lain lalu kita “tempelkan” lagi ke anak. Potongan demi potongan yang kita tempelkan itu sesungguhnya tidak mengokohkan!
Ingat, bagaimana Allah menggambarkan di dalam al Quran seorang Muslim yang baik layaknya pohon yang akarnya menancap kuat dan cabangnya menjulang ke langit, yang menghasilkan buah manis dengan izin Robbnya. Itu lah yang kita harapkan dari pendidikan anak-anak kita.
 ***
KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK
Pembahasan mengenai kurikulum pada masing-masing tahapan pendidikan anak akan meliputi tiga hal:
  1. Kebutuhan dasar atau pokok yang dibutuhkan anak
  2. Bahaya atau ancaman yang dapat terjadi pada anak di usia tersebut
  3. Nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada anak
I. KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA 1 – 3 TAHUN
Anak pada usia 1 – 3 tahun diumpamakan seperti tanah yang sedang subur-suburnya, apapun yang ditanam pada tanah itu, maka in sha Allah akan tumbuh. Begitu pun jika kita menanamkan nilai-nilai yang bermanfaat pada anak usia 1-3 tahun, maka in sha Allah nilai itu akan bermanfaat hingga anak tumbuh dewasa.
Kebutuhan Dasar atau Pokok yang Dibutuhkan Anak
1. Kebutuhan Makanan
Di dalam al Quran, usia ini disebut dengan usia Rodho’ah atau usia penyusuan. Saat Rodho’ah, al Quran menganjurkan kepada wanita untuk menyempurnakan persusuan selama dua tahun secara utuh jika tidak ada udzur.
Para ulama menyebutkan bahwa menyusui merupakan amalan yang paling utama bagi seorang ibu setelah melahirkan. Hal ini disebabkan karena menyusui ialah ibadah yang terkait dengan momentum. Ibadah yang terkait dengan momentum artinya, bahwa tidak ada ibadah lain yang lebih utama, lebih tinggi nilainya, dibandingkan dengan ibadah lain karena terkait waktu. Sebagai contoh, ketika waktu sholat Jumat tiba, maka amalan yang paling utama ialah bersegera memenuhi panggilan sholat Jumat untuk menunaikan sholat, bukan amalan lainnya seperti sedekah, membangun masjid, dsb. Maka, begitu juga dengan menyusui bagi ibu yang baru melahirkan. Menyusui merupakan ibadah yang paling utama dan jalan yang paling cepat untuk mendekatkan diri kepada Allah bagi seorang ibu. Bahkan ada hikmah yang terkandung di dalam nifas. Allah memberikan kelonggaran atau udzur bagi ibu yang nifas untuk meninggalkan sholat, puasa, dsb agar ibu bisa optimal mendampingi anak yang baru lahir.
Menyusui merupakan bagian dari pendidikan yang paling lama di tahapan usia ini karena ia begitu penting. Allah menyebutkan kisah mengenai ibunda Musa yang menyusui secara khusus pada kisah nabi Musa as di dalam al Quran. Bahkan Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam menunda hukum rajam bagi ibu yang telah berzina hingga selesai masa penyusuannya karena begitu pentingnya menyusui. Menyusui merupakan bentuk kasih sayang kepada sang anak agar anak tumbuh kuat jasmani serta rohaninya. *
Disebutkan bahwa ada sebuah penelitian di Suriah terhadap dua kelompok anak usia 1 hingga 6 tahun. Kelompok pertama merupakan anak-anak yang langsung diasuh oleh ibunya. Sementara kelompok kedua ialah anak-anak yang dimasukkan ke yayasan pendidikan sosial (seperti taman bermain, sekolah, dsb) yang berpisah dengan ibunya selama beberapa jam per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak di kelompok pertama menunjukkan kematangan dan ketenangan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan anak-anak pada kelompok kedua meskipun anak tersebut berada di yayasan pendidikan terbaik.
Lembaga pendidikan terbaik ialah ibu. Masa-masa menyusui amat mahal untuk dilewatkan. Menyusui bukan hanya untuk menguatkan jasmani anak, namun juga untuk membangun rohaninya. Ketika menyusui, ibu bukan sekadar memberikan ASI, namun mentransfer nilai-nilai bahkan keimanan. Penting bagi seorang ibu untuk menjaga ketenangan diri ketika menyusui, sebagaimana disebutkan di dalam al Quran bahwa Allah menghibur Maryam agar jangan bersedih setelah ia melahirkan. Maka, dampingi lah anak di masa-masa ini, dampingi secara utuh bukan hanya oleh ibu namun juga ayahnya.
 2. Kebutuhan Perhatian
Anak membutuhkan perhatian dari ayah dan ibunya. Dr. Muhammadn Khoyr Asya’al menyebutkan bahwa pengasuhan oleh orang yang berbeda-beda (misalnya suatu hari diasuh bibi, di lain hari di asuh nenek, dan di hari lain di asuh tetangga) bagi anak di usia tiga tahun pertama akan membahayakan hubungan cinta anak dengan orangtua nya yang tidak dapat ditebus ketika usia anak terlewat. Oleh karena itu, penting untuk membangun hubungan cinta antara orangtua dan anak yang erat dan kuat di usia ini. Perhatikan fenomena yang muncul di anak-anak usia “remaja” yang memiliki hubungan yang kurang baik dengan orangtuanya, atau memiliki adab yang kurang baik terhadap orangtuanya, jika ditelusuri kembali salah satunya disebabkan karena adanya kesalahan pola hubungan orangtua dan anak di tiga tahun pertama.
Bahaya atau Ancaman bagi Anak
Setelah masa menyusui di dua tahun pertama, tibalah masa penyapihan. Penyapihan dapat menjadi bahaya atau ancaman bagi anak jika dilakukan secara tidak tepat. Dalam pandangan anak, limpahan cinta yang ia dapatkan sebelumnya berubah ketika disapih dengan tidak tepat. Jika penyapihan tidak tepat, penyapihan dapat meruntuhkan hubungan atau bangunan cinta orangtua dengan anak yang telah dibangun di masa penyusuan sebelumnya, dan memunculkan rasa benci dalam diri anak.
Oleh karena itu, penyapihan perlu dipersiapkan dengan baik, tidak bisa hanya dalam waktu 1 atau 2 hari, agar hubungan cinta itu tetap terjaga dengan baik. Para ulama menyarankan bahwa pelukan, dekapan dan usapan di kepala anak harus diberikan ketika anak sudah tidak disusui. Ketika anak meminta disusui, berikan pelukan, dekapan dan usapan tersebut kepada anak.
Nilai-nilai yang Perlu Ditanamkan pada Anak
Ingat, usia ini diumpamakan tanah yang subur. Maka tanamkan lah sebanyak banyaknya nilai kebaikan. Dalam usia ini yang perlu ditanamkan ialah:
1. Al Hubbu/Cinta
Beberapa penelitian pada pelaku tindak kriminal menyebutkan bahwa pelaku tindak kriminal tersebut tidak mendapatkan kasih sayang atau cinta dari orangtuanya, baik secara terpaksa (seperti karena orangtua meninggal) atau karena orangtuanya ada namun tidak memberikan cinta padanya. Cinta begitu penting bagi anak. Cinta dalam bahasa anak usia 1 hingga 3 tahun bukan berupa ungkapan atau kata-kata “sayang” dan sebagainya, atau pun berupa hadiah dan pemberian. Anak belum mengerti arti ungkapan maupun nilai suatu hadiah. Bagi anak, bahasa cinta yang dimengerti oleh anak ialah keberadaan dan perhatian orangtua ketika duduk bersama-sama dengan anak. Maka, perbanyaklah duduk dan habiskan waktu bersama anak sebagaimana Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam menghabiskan waktu dengan cucu-cucunya, Hasan dan Husein untuk bermain, atau ketika beliau menggendong Umamah, cucu beliau dari Utsman bin Affan ra, ketika beliau sholat.
2. Al Lughoh/Bahasa
Mari belajar pentingnya bahasa dari Imam Syafi’i dan Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam.
Imam Syafi’i merupakan ahlul bayt, nasabnya bertemu dengan nasab Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam di Abdu Manaf (kakek Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam yang kedua)**. Karena sang ibu ingin menjaga agar Imam Syafi’i tidak melupakan asal usulnya tersebut, maka ia dibawa hijrah dari Gaza menuju Mekkah. Ketika masih kecil ia tinggal bersama dengan suku Hudzail yang berada di dekat Mekkah. Pada saat itu, suku Hudzail merupakan suku yang memiliki bahasa Arab terfasih. Karena itulah, Imam Syafi’i tumbuh dengan bahasa Arab yang fasih dan memiliki kemahiran dalam bersyair. Diriwayatkan bahwa Imam Syafi’i pernah berkata “Seandainya di dalam syair itu tidak terdapat kebohongan, tentulah aku menjadi seorang penyair”. Meskipun demikian, beliau memiliki gubahan syair terutama syair-syair mengenai ilmu, perantauan, dan lain-lain yang menunjukkan kecintaan beliau terhadap bahasa dan syair. Kecintaan terhadap bahasa itu tumbuh karena pendidikan di masa awal bersama dengan suku Hudzail.
Begitu pula dengan Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam. Rosulullaah sholallaahu ‘alayhi wassalaam menghabiskan lima tahun pertama di Bani Saad bersama dengan Halimah dan keluarganya. Pada saat itu, Bani Saad pun terkenal dengan kefasihan bahasanya. Pernah suatu ketika, Abu Bakar ra berkata, ” Ya Rosulullaah, aku tidak pernah menemui orang Arab yang lebih fasih daripada dirimu”. Rosulullaah menjawab, “Aku ialah orang Quraisy yang paling fasih karena aku di asuh di perkampungan Bani Saad”. Dari jawaaban beliau, jelas bahwa beliau mengaitkan kefasihan beliau dengan pengasuhan masa kecilnya di Bani Saad.
Pelajaran yang dapat dipetik ialah..
  1. Gunakan bahasa yang benar dengan anak, jangan menggunakan bahasa cadel.
  2. Hindarkan berinteraksi dengan orang yang berbahasa buruk seperti suka mencela, memaki, mengolok atau mengeluh.
  3. Jangan biarkan anak duduk sendiri di depan televisi, karena media banyak mengandung nilai yang dapat merusak pendidikan anak di tahapan selanjutnya.
  4. Gunakan kalimat-kalimat dengan pola berirama atau nada; seperti dalam mengucapkan kalimat-kalimat thoyyibah, dalam membaca doa-doa harian, dalam membaca surat-surat pendek sehingga lebih mudah diingat.
Kefasihan dalam berbahasa dan kemampuan berbahasa yang baik begitu penting. Seringkali kesalahan dalam suatu perkara disebabkan karena kekeliruan berbahasa. Begitu pentingnya kefasihan berbahasa, hingga dikisahkan dalam al Quran bahwa nabi Musa as memohon kepada Allah agar beliau didampingi Harun as ketika menghadapi Firaun, karena Harun as memiliki lisan yang lebih fasih. Maka, pendidikan berbahasa yang baik penting bagi anak di usia awalnya.
***

Tidak ada komentar:

Pengertian Isim dan Ciri-cirinya

Isim   ( إسم )  adalah setiap kata yang menunjukkan kepada manusia, hewan, tumbuhan, benda mati, tempat, waktu, sifat atau makna-makna yang ...