Pengertian i’rob (الإِعْرَابُ) dibagi menjadi 2 bagian. Secara bahasa dan istilah ilmu nahwu. Secara bahasa i’rob (الإِعْرَابُ) adalah penjelasan atau penerangan, sedang menurut istilah, I’rob (الإِعْرَابُ) adalah perubahan yang terjadi pada akhir kata/kalimah secara lafal ataupun karena perbedaan amil yang masuk atau mempengaruhi kata tersebut.
الإِعْرَابُ فِي اللُّغَةِهُوَ الْإِبَانَةُ وَالْإيْضَاحُ
وَفِي الْاِصْطِلَاحِهُوَتَغْيِيْرُ الَّذِيْ يَطْرَأُ عَلَى أَوَاخِرِ الْكَلِمَاتِ لَفْظاً أَوْ تَقْدِيْراً بِاخْتِلَافِ الْعَوَامِلَ الدَّاخِلَةِ عَلَيْهِ
Dalam ilmu nahwu, Babul I’rob menjadi sangat penting bahkan boleh dibilang jantungnya ilmu nahwu. Jadi, jika sudah menguasai bab i’rob berarti sudah menguasai dasar ilmu nahwu dengan baik, dan sudah dapat mencoba untuk membaca kitab gundul (tanpa harakat).
الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ اَوَاخِرِ الكَلِمِ لِاخْتِلَافِ العَوَامِلِ الدَاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيْراً
Artinya:
“I’rob adalah perubahaan (cara baca) di akhir katanya karena perbedaan amil yang memasukinya, baik secara lafadz (nampak jelas perubahaannya yaitu dengan adanya harakat domah, fathah, kasroh, atau sukun) atau dengan dikira-kira”
الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ اَوَاخِرِ الكَلِمِ
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa i’rob adalah perubahaan cara membaca akhir huruf pada suatu kata yang tergantung pada amil yang memasukinya.
Inti dari i’rob adalah perubahan di akhir kata, baik itu dibaca dhommah (keadaan rofa’), dibaca fathah (keadaan nashab), dibaca kasroh (keadaan jar), atau dibaca sukun (keadaan jazm).
لِاخْتِلَافِ العَوَامِلِ الدَاخِلَةِ عَلَيْهَا
Ini menunjukkan perubahan pada akhir kata tergantung pada amil yang memasukinya, lalu apa yang disebut Amil? Amil adalah suatu penyebab (bisa berupa huruf, keadaan, dan sifat) yang membuat kata yang terkena amil ini harus dibaca rofa’ (dengan dhommah), nashab (dengan fathah), jar (dengan kasroh), atau jazm (dengan sukun).
Terdapat 4 Pembagian I’rob (الإِعْرَابُ) dan Tanda-tandanya, yaitu:
1. Rafa’, yaitu i’rob yang ditandai oleh dhommah (Contoh: جَاءَ مُحَمَّدٌ) dan penggantinya yaitu wawu, alif dan nun. Rofa’ merupakan i’rob dasar jadi pada awalnya semua isim mu’rob i’robnya rofa’.
Sebagai contoh untuk memperjelas, jika melihat kata ‘نَصْرٌ’ maka fokus ilmu nahwu hanyalah pada huruf akhirnya yaitu huruf ro ‘رٌ’ nya saja, kenapa dibaca dhommah, kenapa dia menggunakan tanwin, kenapa tidak dibaca kasroh, fathah atau yang lainnya. Sedangkan huruf pertama ‘نَ’ dan tengah ‘صْ’, itu hanya akan dibahas pada ilmu sharaf.
Tanda-tandanya I’rob Rafa, yaitu:
a. Harakat dhammah, terdapat pada isim mufrad, jamak taksir, jamak muannats Salim dan fi’il mudhari’;
b. Huruf wawu, terdapat pada jamak mudzakar dan asmaul khamsah;
c. Huruf alif, terdapat pada isim tatsniyah;
d. Huruf nun, terdapat pada fi’il mudhari’ yang bertemu dengan dhamir sya’an, yakni alif tatsniyah, wawu jamak dan ya’ muannats
2. Nashab, yaitu i’rob yang ditandai oleh fathah (Contoh: أَكَلْتُ التُفَّاحَ) dan penggantinya yaitu alif, kasroh, ya’ dan membuang nun.
Tanda-tanda I’rob Nashab, yaitu:
a. Harakat fathah, terdapat pada isim mufrad, jamak taksir dan fi’il mudhari’;
b. Huruf alif, terdapat pada asma-ul khamsah;
c. Harakat kasrah, terdapat pada jamak muannats salim;
d. Huruf ya, terdapat pd jamak mudzakar dan al isim al tatsniyah;
e. Hadzfun nun (membuang huruf nun), terdapat pada af’alul khamsah
3. Khofadh, yaitu i’rob yang ditandai oleh kasroh (Contoh: كَتَبَ مُحَمَدٌ عَلَى السَبُّوْرَةِ) dan penggantinya ya’ dan fathah.
Tanda-tanda I’rab Jar, yaitu:
a. Harakat kasrah, terdapat pd isim mufrad yang munsharif, jamak muannats salim dan jamak taksir;
b. Huruf ya, terdapat pd asma-ul khamsah, isim tatsniyah dan jamak mudzakar;
c. Harakat fathah, ciri ini khusus bertempat pd isim ghairu munsharif
4. Jazm, yaitu i’rob yang ditandai oleh sukun (Contoh: إِذْهَبْ) dan membuang huruf.
Tanda-tanda I’rab Jazm, yaitu:
a. Sukun, terdapat pd fi’il mudhari’ yang shahih huruf akhirnya;
b. Hadzfu (membuang), ada 2 macam yaitu hadzfu huruf ilat dan hadzfu huruf nun, berada dalam dua bagian yaitu fi’il mudhari’ yang mu’tal akhir dan af’alul khamsah.
Contoh-contoh I’rab:
كَتَبَ مُحَمَدٌ عَلَى السَبُّوْرَةِ
Artinya:
“Muhammad menulis di papan tulis”
Perhatikan kata di akhir kalimat, ‘as-sabburoti’. Kenapa dibaca kasroh? karena sebelum kata tersebut ada amil berupa huruf jar (yang membuat kata ‘as-sabburoti’ HARUS dibaca kasroh) yaitu kata ‘alaa’)
Contoh lainnya:
جَاءَ مُحَمَّدٌ
Artinya:
Muhammad telah datang
Perhatikan kata diakhir kalimat. Kenapa mesti dibaca dommatain pada kata ‘muhammadun’? Ya, tentu karena ia menjadi fa’il (subjek) maka ia harus dibaca rofa’ (pada kata tersebut menggunakan tanda dhommah).
Contoh lainnya lagi:
أَكَلْتُ التُفَّاحَ
Artinya:
Saya telah memakan apel
Perhatikan kata di akhir kalimat. Kenapa mesti dibaca fathah pada kata ‘at-tuffaha’? Ya, tentu karena menjadi maf’ul bih (objek) maka ia harus dibaca nasob (pada kata tersebut menggunakan tanda fathah).
Contoh-contoh diatas tentunya sangat mudah untuk dipahami, tapi coba kita lihat pengertian i’rob di atas lagi, ada kata ‘ لَفْظاً أَوْ تَقْدِيْراً ‘ artinya ‘baik secara lafadz (nampak jelas perubahaannya) atau dengan dikira-kira’, yang dimaksud secara lafadz adalah perubahan cara membaca akhir katanya nampak jelas dengan adanya harokat dhommah, fathah, kasroh, atau sukun. Contohnya seperti kalimat di atas أَكَلْتُ التُفَّاحَ ‘akaltu at-tuffaha’ dibaca fathah secara jelas dan nampak harokatnya.
Sedang yang dimaksud تَقْدِيْراً adalah perubahan cara baca akhir kata yang tidak nampak jelas dan tidak ada harokat sama sekali, hal ini disebabkan karena di akhir kata tersebut terdapat huruf illah: ‘Wau (و) , Alif (ا) dan Ya (ي)’,
Contoh:
جَاءَ مُصْطَفَى
Artinya:
Musthofa telah datang.
Perhatikan kata ‘musthofaa’, yang tidak mempunyai harokat, tapi dibaca rofa’. Seharusnya jika suatu kata dibaca rofa’ maka tandanya dengan dhommah, tapi pada kata tersebut tidak ada harokatnya, maka i’robnya dengan cara dikira-kira), kenapa dia dibaca rofa’? karena dia menjadi fa’il (subjek).
Contoh lainnya:
رَأيْتُ مُصْطَفَى
Artinya:
Saya melihat musthofa.
Perhatikan kata ‘musthofaa’ yang menjadi maf’ul bih (objek), dibaca nasob, tanda nasobnya fathah yang dikira-kirakan karena terdapat huruf illah yaa ‘ى’ di akhir kata.
Contoh lainnya:
نَظَرْتُ إِلَى مُصْطَفَى
Artinya:
Saya memandang musthofa’
Perhatikan kata ‘musthofaa’ yang dibaca jer. Tanda jernya adalah dengan kasroh yang dikira-kirakan karena terdapat huruf illah berupa huruf yaa ‘ى’ di akhir kata.
Sebagai kesimpulan, dari ketiga contoh diatas, cara membaca kata ‘مُصْطَفَى’ hanya satu ‘musthofaa’ tanpa ada harokat di akhirnya. Cara menentukan hukum i’robnya adalah dengan dikira-kira, tergantung apakah menjadi fa’il (subjek), atau maf’ul bih (objek), atau majrur (dibaca jer karena sebelumnya ada huruf jer).
Keempat bagian i’rob di atas jika masuk dalam suatu isim (kata benda) maka hanya ada rofa, nasob, jer, sedangkan jika masuk kepada fi’il (kata kerja) maka hanya ada rofa, nashab, dan jazm. Jadi, isim selamanya tidak akan dibaca jazm, dan fi’il selamanya tidak akan dibaca jer.
Wallahu ‘alam bish-shawab. (*)
(* Muhammad Farid Wajdi, S.H.I., M.M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar